Senja Di Kota Santri

04.04


Tasikmalaya, 14-10-2013

Aku telah kembali, mungkin ini bahasa yang paling tepat untuk ku renungkan. Sore ini kegaduhan menyertaiku dalam sebotol kaleng minuman yang dilemparkan oleh tetanggaku tepat pada telinga kosong. Tempat ini tampak tak asing bagiku dilihat dari cermin yang terbalik ke belakang. Oh iya, ini rumahku. Rumah yang terisi berbagai macam makanan dan minuman sederhana dan kemudian akan aku makan satu persatu untuk memastikan agar cacing-cacing dalam perut tidak melakukan demonstrasi. Seperti halnya keluarga pada umumnya, ibuku segera bergegas ke dapur guna melakukan tugasnya sebagai ibu yang baik terhadap bapak dan anaknya, meskipun menurutku itu terlalu berlebihan. Karena kerjanya dobel.
Hampir lupa, tetanggaku diatas menyuruhku untuk meminum kopi hitam katanya supaya semangat, persis apa yang terlantunkan dalam lagu tersebut. Meskipun tampak asing bagi telinga ini untuk mendengarnya karena berbeda selera, namun itulah selera rakyat. Harus tetap sama pada sebuah barisan yang rapih meskipun hatinya bercerai berai. Subhanalloh, suara adzan maghrib berkumandang, mengingatkanku akan jemuran yang kupajang sepanjang hari agar supaya kering. Harus kua kuakui, suara adzan itu merdu berbeda dengan suara adzan di Makkah, meskipun aku belum sempat kesana, namun dapat kulihat dari lingkungan sekitarku orang-orang pribumi muslim dengan prilaku kearab-araban. Tanpa menunjukan identitas keaslian Nusantara. Oh inilah indonesiaku, yang oleh sebagain orang berpendidikan dijadikan tontonan hiburan dalam sebuah acara televisi yang berisi perjalanan hidup menyedihkan di negeri surga katanya. Dan menurutku itu berlebihan, sekalipun Alloh SWT tidak menyukai hal yang berlebihan. Dan padanya aku berserah diri dari kesombongan dan kemunafikan.
Perlahan orang-orang mulai bergerombol berjalan menyusuri gang-gang gelap tak bercahaya untuk kemudian sampai pada tempat ibadah yakni masjid. Lalu apa yang aku perbuat seharian dikamar? Jawabannya hanya aku dan Alloh SWT yang mengetahui.
Tak lama handphone mulai bergetar tanda ada sebuah pesan masuk. Oh, ini dia. Pesan dari seorang wanita cantik dan sholeh, bergaun emas, berhati malaikat, berkulit sawo matang manis meskipun makanan yang manis ialah ubi cilembu. dan banyak lagi sampai aku terdiam karena kehabisan kata-kata untuk memujinya, karena bahasa itu terbatas begitu menurut para sastrawan. Sekalipun aku sering menolaknya.
Wanita itu terbangun dalam istana yang megah dan dikelilingi berbagai macam permadani. Dan sungguh semuanya itu terbuat dari Tahu, yang berbahan dasar kedelai. Padanya aku menitipkan rasa, padanya aku mengharapkan rasa. Di kota Tahu tersebut aku menuntut ilmu dan menuntut rasa. Sekalipun aku bukan bagian dari mereka para Pengadil Hukum.
Ada cerita dibalik Tahu yakni Cinta. Perasaan ajaib dan unik yang Alloh SWT berikan terhadap manusia dan sungguh itu sangat dahsyat. Karena cinta bisa menghancurkan sebuah Negara, merenggut Keluarga, Merampas harta, dan yang paling mengerikan berpindah agama. Dan Kesemuanya itu dapat terselesaikan kembali asal dengan Cinta. Dan orang gila sekalipun tahu maknanya cinta, sekalipun mereka hanya memikirkan makan dan berak semata tanpa memikirkan hal yang penuh misteri. Dan sungguh mereka mengagungkan cinta terhadap perutnya yang kosong dan mereka mengerti untuk mengisinya. Inilah cinta, ajaib dan unik. Sering kita bertemu dan sering pula kita tak menyapanya.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.