Senja Di Kota Santri
Tasikmalaya,
14-10-2013
Aku telah kembali,
mungkin ini bahasa yang paling tepat untuk ku renungkan. Sore ini kegaduhan
menyertaiku dalam sebotol kaleng minuman yang dilemparkan oleh tetanggaku tepat
pada telinga kosong. Tempat ini tampak tak asing bagiku dilihat dari cermin
yang terbalik ke belakang. Oh iya, ini rumahku. Rumah yang terisi berbagai
macam makanan dan minuman sederhana dan kemudian akan aku makan satu persatu
untuk memastikan agar cacing-cacing dalam perut tidak melakukan demonstrasi.
Seperti halnya keluarga pada umumnya, ibuku segera bergegas ke dapur guna
melakukan tugasnya sebagai ibu yang baik terhadap bapak dan anaknya, meskipun
menurutku itu terlalu berlebihan. Karena kerjanya dobel.
Hampir lupa, tetanggaku
diatas menyuruhku untuk meminum kopi hitam katanya supaya semangat, persis apa
yang terlantunkan dalam lagu tersebut. Meskipun tampak asing bagi telinga ini
untuk mendengarnya karena berbeda selera, namun itulah selera rakyat. Harus
tetap sama pada sebuah barisan yang rapih meskipun hatinya bercerai berai.
Subhanalloh, suara adzan maghrib berkumandang, mengingatkanku akan jemuran yang
kupajang sepanjang hari agar supaya kering. Harus kua kuakui, suara adzan itu
merdu berbeda dengan suara adzan di Makkah, meskipun aku belum sempat kesana,
namun dapat kulihat dari lingkungan sekitarku orang-orang pribumi muslim dengan
prilaku kearab-araban. Tanpa menunjukan identitas keaslian Nusantara. Oh inilah
indonesiaku, yang oleh sebagain orang berpendidikan dijadikan tontonan hiburan
dalam sebuah acara televisi yang berisi perjalanan hidup menyedihkan di negeri
surga katanya. Dan menurutku itu berlebihan, sekalipun Alloh SWT tidak menyukai
hal yang berlebihan. Dan padanya aku berserah diri dari kesombongan dan
kemunafikan.
Perlahan orang-orang
mulai bergerombol berjalan menyusuri gang-gang gelap tak bercahaya untuk
kemudian sampai pada tempat ibadah yakni masjid. Lalu apa yang aku perbuat
seharian dikamar? Jawabannya hanya aku dan Alloh SWT yang mengetahui.
Tak lama handphone
mulai bergetar tanda ada sebuah pesan masuk. Oh, ini dia. Pesan dari seorang
wanita cantik dan sholeh, bergaun emas, berhati malaikat, berkulit sawo matang
manis meskipun makanan yang manis ialah ubi cilembu. dan banyak lagi sampai aku
terdiam karena kehabisan kata-kata untuk memujinya, karena bahasa itu terbatas
begitu menurut para sastrawan. Sekalipun aku sering menolaknya.
Wanita itu terbangun
dalam istana yang megah dan dikelilingi berbagai macam permadani. Dan sungguh
semuanya itu terbuat dari Tahu, yang berbahan dasar kedelai. Padanya aku
menitipkan rasa, padanya aku mengharapkan rasa. Di kota Tahu tersebut aku
menuntut ilmu dan menuntut rasa. Sekalipun aku bukan bagian dari mereka para
Pengadil Hukum.
Ada cerita dibalik Tahu
yakni Cinta. Perasaan ajaib dan unik yang Alloh SWT berikan terhadap manusia
dan sungguh itu sangat dahsyat. Karena cinta bisa menghancurkan sebuah Negara,
merenggut Keluarga, Merampas harta, dan yang paling mengerikan berpindah agama.
Dan Kesemuanya itu dapat terselesaikan kembali asal dengan Cinta. Dan orang
gila sekalipun tahu maknanya cinta, sekalipun mereka hanya memikirkan makan dan
berak semata tanpa memikirkan hal yang penuh misteri. Dan sungguh mereka
mengagungkan cinta terhadap perutnya yang kosong dan mereka mengerti untuk
mengisinya. Inilah cinta, ajaib dan unik. Sering kita bertemu dan sering pula
kita tak menyapanya.
Tidak ada komentar: