MATERIALISME, DIALEKTIKA DAN LOGIKA
Cara
berpikir suatu bangsa akan menentukan nasib suatu bangsa ke depan, corak
berpikir masyarakat Indonesia masih menganut logika mistika, logika yang
didasarkan pada sim sala bim, corak berpikir yang masih mendasarkan pada
kekuatan ghaib. Logika ini membuat manusia Indonesia bersifat fatalis dan
bersifat “menunggu” kepada kekuatan yang maha besar dan dahsyat di luar
dirinya.
Cara
berpikir manusia Indonesia mestilah diperbaiki dan dididik dengan cara berpikir
baru, yakni materialisme, dialektika dan logika, mendidik rakyat Indonesia
dengan cara berpikir rasional menggantikan cara berpikir yang didasarkan pada
mitos. Masyarakat Indonesia sadar dan bangkit melakukan perlawanan terhadap
penindasan dan penjajahan. Bukan hanya pasrah dan bersikap fatalis terhadap apa
yang sedang dan akan terjadi. Singkatnya, manusia Indonesia kekurangan
pandangan hidup (weltanschauung), kekurangan filsafat. materalisme disini
adalah paham yang menjelaskan bahwa sesuatu yang kongkret haruslah dijelaskan
secara kongkret pula.
Sesuatu
yang nyata adanya, mesti dijelaskan dengan secara rasional. Misalnya, peristiwa
banjir mesti dijelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi bukan karena “kutukan”
Tuhan, melainkan adanya tangan-tangan jahil manusia yang melakukan pembalakan
hutan, penebangan liar, dan sebagainya.materalisme disini adalah segala sesuatu
yang merupakan cerminan kesadaran manusia (realistis dan merupakan implementasi
dari segala apa yang ada dalam kesadaran manusia). Yakni segala sesuatu yang
dekat dan mempengaruhi manusia secara langsung.kepercayaan dan agama dapat
dijadikan spirit dalam membangkitkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme
apa pun. Sedangkan dialektika, berasal dari bahasa Yunani berarti mengadakan
diskusi, yakni proses mencari kebenaran melalui proses bertanya dan menjawab.
Dialektika bukanlah sesuatu istilah baru, melainkan sejak dulu telah
diperkenalkan oleh Aristoteles, Heraclitos, Democritos dan mencapai “puncaknya”
pada Goerge Wilhelm Friedrich Hegel. Metode dialektika ini digunakan sebagai
metode filsafat di tangan Hegel. Sedangkan Logika mempunyai hukum triloginya, ialah
induksi, deduksi dan verifikasi. Induksi ialah penarikan kesimpulan yang
bertitik tolak dari data-data kongkret menuju pada kesimpulan umum. Dengan
metode induktif, kita diajar agar supaya jauh dari sifat menggenalisir suatu
permasalahan dan sebelum mengambil suatu kesimpulan, terlebih dahulu terdapat
bukti-bukti yang kuat. Dan deduksi adalah cara penarikan kesimpulan dari
penyataan umum ke pernyataan khusus. Dengan berpikir deduktif, maka suatu
kesimpulan yang akan didapatkan lebih dapat dipercaya, karena
pernyataan-pernyataan umum itu akan lebih diteliti sehingga menghasilkan
pernyataan-pernyataan yang lebih pasti, jelas dan terang. Sedangkan Verifikasi
adalah meminjam istilah Tan Malaka yakni “pemastian baru”. Dengan adanya
verifikasi berarti proses “pencarian” kesimpulan terakhir perlu dibuktikan
terlebih dahulu atau dilakukan eksperimen untuk mengujinya kembali. Dengan
verifikasi, kita diajar bahwa dalam mengambil suatu kesimpulan akhir sangatlah
perlu adanya analisa tanpa sedikitpun mengubah bahkan mengurangi semangatnya.
Eko P. Darmawan dalam buku Agama itu bukan Candu: Tesis-tesis Feurbach, Marx
dan Tan Malaka menguraikan bahwa Tan Malaka mengajak kita untuk memahami
sejarah peradaban, sejarah tumbuh dan runtuhnya sebuah bangsa dan negara
sebagai gerbang menuju pembentukan moralitas, pembentukan kemuliaan karakter
manusia dalam kehidupan bersama. Kita belajar tentang karakter macam apa yang
membuat sebuah bangsa jaya dan karakter macam apa yang membuat sebuah bangsa
terjajah dan akhirnya runtuh.
Tidak ada komentar: