RAFTEL
Kenapa
rasa itu tumbuh. Seakan membawa segenap jiwa kembali terbingkai imaji, bercerita
tentang hal-hal yang selama ini diinginkan, tentang keangkuhan diri yang agung,
tentang bujukan barang-barang mewah yang bersenandung. Atau tentang hasrat cinta
yang memanggil para bidadari singgah meruntuhkan moralnya. Hidup ini memang tak
adil, ketika sebagian orang bersusah payah mengejar impian untuk mengubah
nasibnya menjadi lebih baik, ada penjelasan kontras antara kenyataan dan
harapan. Unsur terkecil dari mereka mendapatkan apa yang dicari dari sisa-sisa
kekayaan bumi, sedang yang lain berhimpun mengumpulkan dan memungut suara-suara
lantang sembari terdengar samar. Jawaban dari apa yang terjadi hari ini ialah
bumi begitu perkasa memperkosa daging-daging yang busuk dalam setiap
bayang kegundahan. Aku ingin bercerita tentang bagaimana nasib seseorang yang terasing dari
suara mayoritas. Hati kecilnya berkata, saya harus cepat mati. Sebelum melangkah
lebih jauh memalingkan perasaan hati seseorang. Terdapat kebisingan dalam
dirinya, kejenuhan, kesombongan, ketamakan, kemarahan, seperti itulah hari-hari
yang dia lewati. Ada kekosongan yang sengaja dia biarkan mengendap. Apakah perlu
sikapnya sama seperti kebanyakan orang pada umumnya, berjalan normal menjalani
hidup yang itu-itu saja. Berfikir pragmatis menuntut hak nilai-nilai yang hilang,
sebagian lagi bergembira karena nilai-nilai yang hilang keberadaannya ditemukan
di tempat tinggi dibanding yang lain. Sebagian lain, ada yang mempertanyakan
kebenaran adanya Tuhan. Haruskah dia seperti itu, terombang-ambing dalam
kegilaan terhadap nilai dan adanya Tuhan. Tidakkah dia sadari dengan sengaja dirinya
diperbudak jeratan nilai Ketuhanan. Bukan pemikiran kebebasan yang diajarkan
para pendahulunya. Dia sudah terkepung dalam bidikan para calon Sarjana yang
akan hidup normal, menikah, bekerja, membeli rumah dan mempunyai anak. Dan dia
tak dapat menolaknya karena itu jalan yang akan dia lalui. Lalu, bagaimana
ungkapan hatinya yang menjerit ingin segera dibebaskan. Apakah tak ada jalan
pintas yang membawa pulang kembali ke fitrahnya. Terlalu buntu lajur itu, hanya
ada dinding tinggi membelenggunya.
Jatinangor, 03-07-2014
Tidak ada komentar: